Enrekang-dinamisnews.com
Analisis yang Memadai
Pemerintah Kabupaten Enrekang menganggarkan APBD TA 2021 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 dan APBD Perubahan TA 2021 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2021 tanggal 1 November 2021. Ringkasan APBD dan APBD Perubahan TA 2021 sebagai berikut.
APBD Pokok TA 2021 diikuti dengan perubahan parsial APBD sebanyak dua kali yaitu Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2021 tanggal 10 Februari 2021 tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 110 Tahun 2020 tentang Penjabaran APBD dan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2021 tanggal 15 Maret 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bupati Nomor 110 Tahun 2020 tentang Penjabaran APBD. Parsial I dilakukan untuk mengakomodasi perubahan RSUD dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi unit khusus bagian dari Dinas Kesehatan. Parsial II dilakukan karena adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2021 dalam rangka mendukung penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan dampaknya. Hasil pemeriksaan menunjukkan permasalahan-permasalahan berikut ini.
a. Anggaran pendapatan belum disusun secara rasional dan belum memiliki dasar hukum
Pemerintah Kabupaten Enrekang menyajikan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp178.867.670.484,00 dan terealisasi sebesar Rp73.308.654.593,08 atau 40,98% dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) TA 2021. Realisasi PAD TA 2021 mengalami penurunan sebesar Rp4.938.669.956,88 atau 6% dibandingkan realisasi PAD dalam LRA audited TA 2020 sebesar Rp78.247.324.549,96.
Berdasarkan data di atas, diketahui seluruh realisasi jenis PAD TA 2021 tidak mencapai target. Dari target sebesar Rp178.867.670.484,00 hanya terealisasi sebesar Rp73.308.654.593,08 (40,98%) atau kurang dari target sebesar Rp105.559.015.890,92. Kekurangan penerimaan PAD tersebut pada jenis Lain-Lain PAD yang Sah memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp86.772.317.788,11 (Rp103.765.924.948,00 – Rp16.993.607.159,89).
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui penurunan realisasi PAD disebabkan Pemerintah Kabupaten Enrekang menganggarkan Lain-Lain PAD yang Sah tidak berdasarkan potensi penerimaan yang rasional dan serta dasar hukum pemungutan belum ditetapkan sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut.
Dari tabel di atas diketahui, Lain-lain PAD yang Sah dianggarkan sebesar Rp103.765.924.948,00 dan terealisasi sebesar Rp16.993.607.159,89 atau 16,38% sehingga realisasi lebih rendah dibanding target sebesar Rp86.772.317.788,11. Target yang tidak tercapai diantaranya pada rincian objek Hasil Penjualan BMD yang Tidak Dipisahkan dianggarkan sebesar Rp71.037.641.161,00 dan terealisasi Rp122.847.000,00 atau tidak mencapai target sebesar Rp70.914.794.161,00 (Rp71.037.641.161,00–Rp122.847.000,00). Pendapatan denda atas keterlambatan pekerjaan dianggarkan sebesar Rp10.836.171.296,00
dan terealisasi sebesar Rp102.334.865,10 atau tidak mencapai target sebesar Rp10.733.836.430,90 (Rp10.836.171.296,00–Rp102.334.865,10).
Penelusuran lebih lanjut atas penganggaran Pendapatan Hasil Penjualan BMD yang Tidak Dipisahkan Tahun 2021 sebesar Rp71.037.641.161,00 tidak rasional karena aset rusak yang akan dilelang, yang merupakan sumber penerimaan ini, hanya sebesar Rp13.557.387.473,68. Rincian pada Lampiran 1.
Berdasarkan keterangan Kepala BKAD diketahui bahwa penetapan anggaran PAD dalam APBD tidak sesuai dengan potensi yang sesungguhnya. Perhitungan penganggaran pendapatan lebih berdasarkan kepada penyesuaian dengan jumlah belanja yang dianggarkan.
b. OPD belum sepenuhnya melakukan rasionalisasi anggaran pada Parsial II
Parsial II Pemerintahan Kabupaten Enrekang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.07/2021 tanggal 15 Februari 2021. Dalam
PMK DAU berkurang sebesar Rp16.425.187.000,00 menjadi sebesar Rp496.423.534.000,00 dari sebelumnya sebesar Rp Rp512.848.721.000,00. Selanjutnya terdapat alokasi 8% dari DAU untuk penanganan COVID-19 oleh Dinas Kesehatan sebesar Rp39.713.882.720,00. Selain pemotongan DAU dan alokasi 8% pada Dinas Kesehatan, terdapat dukungan pada kelurahan dalam rangka penanganan COVID-19 sebesar Rp2.110.000.000,00.
Atas hal tersebut, BKAD sebagai bagian dari TAPD melakukan perhitungan rasionalisasi anggaran DAU pada OPD sebesar Rp46.378.776.620,00 untuk diatribusikan pada belanja OPD. Berdasarkan data rasionalisasi anggaran DAU, OPD melakukan rasionalisasi sebesar Rp24.966.444.814,00 atau 53,83% dari rasionalisasi seharusnya. Selain RSUD dan Dinas Kesehatan, OPD yang melakukan rasionalisasi di bawah 20% yaitu Dinas Sosial, BKAD, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Lingkungan Hidup, Sekretariat DPRD. Namun masih terdapat OPD yang belum sepenuhnya melakukan rasionalisasi pada Lampiran 2.
Dana dari Pemerintah Pusat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak sesuai peruntukkannya minimal sebesar Rp40.768.888.243,98
Pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun 2021 dinyatakan bahwa saldo di kas daerah per 31 Desember 2021 sebesar Rp22.478.938.589,02, namun tidak terdapat rincian sumber dana atas saldo tersebut.
Berdasarkan ketentuan, dana transfer dari pemerintah pusat antara lain Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT), Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik, Dana Insentif Desa (DID), dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hanya digunakan untuk membiayai program dan kegiatan yang telah jelas peruntukannya. Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) TA 2021 diketahui anggaran dan realisasi Pendapatan dari Pemerintah Pusat diantaranya sebagai berikut.
Sisa Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, Dana Insentif Daerah dan pembiayaan PEN akan menjadi SiLPA yang dianggarkan kembali di TA 2022. Sisa dana tersebut seharusnya digunakan untuk membayar sisa pekerjaan Tahun 2021 yang belum dibayar. Sedangkan sisa DAK Non Fisik tahun sebelumnya akan diperhitungkan kekurangan/kelebihannya pada penyaluran tahun berikutnya oleh Pemerintah Pusat. Sisa dana yang seharusnya ada di rekening kas daerah sebesar Rp63.247.826.833,00 merupakan sisa dana yang telah jelas peruntukkannya. Namun saldo kas tersebut telah digunakan untuk membayar kegiatan lain sehingga kas daerah per 31 Desember 2021 di Neraca hanya sebesar Rp22.478.938.589,02. Dengan demikian, BUD menggunakan dana-dana yang sudah ditetapkan peruntukkannya untuk membayar kegiatan lain sebesar Rp40.768.888.243,98 (Rp63.247.826.833,00 – Rp22.478.938.589,02). Berdasarkan keterangan Kepala BKAD, dana dari Pemerintah Pusat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak sesuai peruntukkannya karena adanya permintaan pembayaran oleh OPD dan usulan pembayaran kegiatan DAK terlambat disampaikan sehingga Kas Daerah digunakan untuk membayar kegiatan yang seharusnya dibiayai dari dana diluar DAK.
Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen penganggaran berupa APBD, Rencana Kerja Anggaran (RKA), Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Daftar Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) menunjukkan bahwa dokumen penganggaran belum mencantumkan sumber dana kegiatan. Atas hal tersebut, berdasarkan keterangan dari OPD diketahui sebagai berikut.
Berdasarkan hasil perhitungan menurut keterangan OPD, kegiatan yang didanai dari DAU sebesar Rp553.111.576.210,00. Hal tersebut tidak sesuai dengan realisasi penerimaan DAU di Kas Daerah sebesar Rp496.423.534.000,00.
BUD belum melakukan perubahan SPD atas dana pada RKUD yang tidak sesuai perkiraan penerimaan dalam anggaran kas
Berdasarkan hasil pengujian dokumen SPD dan ketersediaan kas di rekening Kas Daerah, diketahui pada tanggal tertentu, nilai kas di Kas Daerah tidak mencukupi untuk membayar kegiatan yang diajukan dalam SPD. Rincian sebagai berikut.
Berdasaran tabel di atas terdapat beberapa tanggal dimana OPD mengajukan SPD dengan nilai diatas saldo Kas di Kas Daerah. Berdasarkan keterangan Kepala BKAD, belum terdapat mekanisme tertulis pada BUD untuk memantau ketersediaan kas dibandingkan SPD yang diajukan, termasuk mekanisme untuk melihat ketersediaan dana di kas daerah per sumber dana.
e. Saldo di rekening Kas Daerah tidak cukup untuk membiayai kegiatan tahun anggaran berjalan
Selama Tahun 2021, Pengguna Anggaran pada tujuh OPD telah menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) seluruhnya sebesar Rp25.799.885.174,00 namun Bendahara Umum Daerah (BUD) atau Kuasa BUD tidak menindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) karena ketersediaan kas tidak mencukupi sebagai dampak dari realisasi pendapatan yang tidak memenuhi target.
Terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh OPD, Pengguna Anggaran telah menerbitkan SPM namun tidak dilanjutkan dengan penerbitan SP2D karena ketersediaan kas tidak mencukupi. Oleh Pemerintah Kabupaten Enrekang dicatat sebagai Utang Kepada Pihak Ketiga dalam Laporan Keuangan. Kegiatan tersebut akan dianggarkan dan dibayar pada tahun anggaran berikutnya. Permasalahan ini berdampak Pemerintah Kabupaten Enrekang memiliki kewajiban atau utang kepada pihak ketiga dari Tahun 2012 sampai dengan 2021 seperti yang diuraikan dalam tabel.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
Silpa APBD TA 2021 sebesar Rp40.768.888.243,98 tidak cukup membiayai kegiatan;
Penambahan beban hutang pemerintah daerah atas kegiatan/ belanja yang telah dilaksanakan tetapi belum dibayar; dan
Tujuan pengalokasian Dana Alokasi Khusus kepada Pemerintah Daerah berpotensi tidak tercapai.
Kondisi tersebut disebabkan:
Kepala BKAD dalam menganggarkan Lain-lain PAD yang Sah tidak berdasarkan analisis yang rasional dan realistis dalam mengajukan target pendapatan dan pembiayaan;
TAPD tidak cermat dalam mengevaluasi target pendapatan yang diajukan oleh Kepala OPD dan Kepala BKAD;
BUD belum memiliki manajemen cash flow yang baik untuk menjamin ketersediaan setiap sumber dana terhadap belanja OPD secara periodik; dan
Kepala OPD tidak lengkap menyajikan informasi penggunaan sumber dana dalam membiayai kegiatannya.
Atas permasalahan tersebut, Kepala OPD terkait menyampaikan tanggapan sebagai berikut:
Kepala BKAD menyatakan bahwa penyusunan APBD diakui memiliki kekurangan dalam hal analisis proyeksi penerimaan pada pendapatan sehingga berdampak pada alokasi belanja yang tidak dapat dibayarkan pada akhir tahun anggaran, namun penyusunan APBD TA 2022 memperhatikan realisasi pendapatan, SILPA TA 2020 dan dilakukan pemetaan terhadap sumber dana setiap kegiatan Tahun 2020.
Kepala Bappelitbangda, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala BKPSDM, Sekretaris DPRD menyatakan tidak melakukan rasionalisasi sesuai pagu yang ditentukan dengan pertimbangan target kinerja output tidak akan tercapai, dan belanja barang dan jasa yang sudah dilaksanakan namun belum dilakukan pembayaran.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Enrekang agar menginstruksikan :
Kepala BKAD menggunakan dokumen dari Bidang Aset dalam perhitungan anggaran penjualan aset daerah;
TAPD mengevaluasi target pendapatan yang diajukan oleh Kepala OPD dan Kepala BKAD menggunakan data riil yang diajukan oleh OPD; dan
BUD untuk:
Menyusun mekanisme tertulis untuk memantau ketersediaan dana setiap sumber dana beserta belanja OPD secara periodik minimal setiap bulan; dan
Menyampaikan sisa/saldo setiap sumber dana secara periodik kepada Kepala OPD.