Palopo-dinamisnews.id
Dugaan pemalsuan dokumen nasabah di perusahaan pembiayaan “Kredit Plus” palopo berujung pidana.
Informasi terkait laporan dugaan tindak pidana pemalsuan surat tersebut disampaikan Akbar, SH, ketua DPP LPPM Indonesia, Senin, 12/9/2022, usai menjalani pemeriksaan diruang satuan reserse dan kriminal Polres Palopo.
Kepada awak media Akbar mengaku telah menjadi korban atas penggunaan data pribadinya untuk melakukan transaksi “jual-beli” Laptop di perusahaan pembiayaan tersebut.
Aktivis LSM yang dikenal kerap menyoroti berbagai dugaan pelanggaran hukum di sejumlah perusahaan pembiayaan ini mengaku, baru mengetahui jika datanya telah digunakan oknum tertentu setelah menerima tagihan melalui pesan singkat WhatsApp pribadinya.
Menurut Akbar, setelah menerima pesan tagihan via WhatsApp, ia langsung mendatangi kantor Kredit Plus Palopo untuk meminta klarifikasi terkait penagihan yang diterimanya via WhatsApp, dengan harapan tagihan tersebut salah alamat, atau mungkin hanya sebuah pesan singkat penipuan sebagaimana yang selama ini diperbincangkan masyarakat, Sayangnya, pihak Kredit Plus Palopo justru membenarkan tagihan yang dialamatkan kepadanya.
Merasa tidak pernah berhutang pada Kredit Plus, Akbar pun langsung mengajukan keberatan, Lagi-lagi keberatan yang diajukan tidak diterima pihak Kredit Plus Palopo dengan alasan tagihan tersebut bukan kewenangan mereka, melainkan kewenangan “Pusat”.
Karena tidak menemukan titik terang, dan merasa telah dirugikan, Akbar pun melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Palopo dengan persangkaan awal pemalsuan surat.
Saat berbincang dengan awak media, aktivis LSM tersebut mensinyalir adanya oknum tertentu di perusahaan pembiayaan Kredit Plus yang sengaja memalsukan data nasabah untuk memudahkan pencairan dana.
Akbar menduga, adanya praktek pemalsuan data sebagaimana yang dialaminya itu bukan kali pertama terjadi, hanya saja belum ada yang berani melaporkan.
Untuk itu, melalui awak media, dirinya meminta masyarakat yang mengalami hal serupa, atau merasa telah dirugikan oleh perusahaan pembiayaan, khususnya Kredit Plus Palopo untuk segera menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata.
Akbar menambahkan, sebagai langkah awal, dirinya baru melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHPidana dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Namun, lanjut Akbar, tidak menutup kemungkinan adanya tindak pidana lain dalam kasus yang dilaporkannya.
“Misalnya saja, adanya indikasi pencurian identitas pribadi, baik yang dilakukan secara langsung ataupun dilakukan melalui sistem elektronik,” paparnya.
Kembali, Akbar menjelaskan, apabila dalam penyelidikan nantinya ditemukan indikasi pencurian data, maka penyidik wajib menambahkan pasal yang dipersangkakan, baik penambahan pasal pidana umum, maupun khusus.
Selain itu, menurut Akbar, proses pemalsuan hingga penggunaan data pribadi dalam kasus yang dilaporkannya kemungkinan besar tidak hanya melibatkan satu pelaku, jadi peluang penambahan pasal yang dipersangkakan sangat besar.
“Selain pemalsuan, kasus ini bisa masuk tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362, hingga penyertaan pelaku sebagaimana diatur pasal 55 dan atau 56 KUHPidana,” jelas Akbar.
Selain penggunaan KUHPidana, jebolan fakultas hukum Unanda ini menyebutkan terbukanya peluang bagi penyidik menggunakan UU ITE.
“Menyangkut penyalahgunaan data, penyidik juga dimungkinkan menggunakan UU ITE, khususnya Pasal 26, 30, 31,32,33, 35, atau lainnya,” urai Akbar.
“Caranya pun cukup simpel, Penyidik cukup menggali informasi bagaimana data itu mereka dapatkan, dari situ penyidik bisa mengembangkan dan menyesuaikan undang-undang apa, hingga pasal berapa yang bisa diterapkan,” lanjut Akbar menjelaskan.
Kuatnya indikasi pencurian data tersebut ia kemukakan mengingat dirinya mengaku tidak pernah memberikan data kepada kredit plus, baik KTP, KK, atau berkas lainnya untuk permohonan pembelian Laptop, namun secara tiba-tiba dirinya mendapat tagihan.
“Dan kita mengetahui bahwa salah satu syarat mutlak yang diminta dalam pengajuan kredit adalah KK dan KTP,” ungkap Akbar meyakinkan”.
Guna memastikan laporannya berjalan dengan baik, Akbar mengaku akan selalu berkoordinasi dengan penyidik, termasuk dalam hal penerapan pasal yang kelak akan digunakan sesuai perkembangan penyelidikan.
Selain itu, Akbar yang juga aktif dalam Koalisi LSM-Pers Sulawesi Selatan ini meminta para awak media mengikuti perkembangan kasus yang dilaporkannya sehingga bisa menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat, khususnya yang berurusan dengan perusahaan pembiayaan.
“Kami akan selalu berkoordinasi dengan penyidik, termasuk kemungkinan adanya penerapan pasal tambahan dalam perkembangan penanganan laporan kami,” terang Akbar menegaskan.
Selain melaporkan dugaan tindak pidana, Akbar pun mengaku telah berkoordinasi dengan penasehat hukum untuk persiapan pengajuan gugatan terhadap Kredit Plus Palopo.
Menurut Akbar, akibat hukum yang ditimbulkan dari pemalsuan data ini sangat serius, mulai dari rasa malu dalam keluarga karena terkesan menipu, hingga yang paling buruk berupa sangsi black list dari Bank Indonesia akibat dinilai pemilik data ini tidak melaksanakan tanggung jawabnya.
Selain itu, dampak hukum lain yang bisa di alami korban yang datanya digunakan dalam kasus seperti ini adalah ancaman sangsi Pidana penggelapan,dan lainnya.(SR)